UMAT KATOLIK DALAM KEBERAGAMAN DI INDONESIA: KATOLIKKAH AKU?

Sebagai Negara berkembang, Indonesia tentunya sedang berada dalam proses pembangunan dengan beragam permasalahan yang sedang dihadapi seperti: kemiskinan, kesenjangan sosial antara yang kaya dan miskin, rendahnya kualitas pendidikan, konflik horizontal yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, dll. Permasalahan-permasalahan tersebut menjadi tantangan bagi eksistensi Indonesia di kancah internasional. Era globalisasi dengan berbagai tawarannya seperti: perkembangan teknologi yang canggih serta arus informasi yang cepat diharapkan dapat menjadi kesempatan dan peluang bagi Indonesia untuk berbenah demi menjadi setara dengan Negara lain dalam bidang ekonomi, sosial, pertahanan dan keamanan, serta bidang lain. Namun pada kenyataanya kehadiran media-media internet, seperti media sosial yang sangat deras dan tanpa batas justru menjadi batuh sandungan bagi keberagaman yang telah tercipta di Indonesia sejak para founding fathers menanamkanya. Banyak permasalahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia, sperti konflik antar umat beragama berawal dari kesalahan penggunaan media-media internet, seprti: youtube, media sosial, dan media masa antimainstream yang berbasis internet. Media-media internet menjadi media yang masif dalam menyebabrkan ujaran kebenciaan dan berita-berita hoax yang berhasil merusak keberagaman dan kenyamanan masyarakat. Mirisnya, kejadian ini menyebabkan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan.
Menjadi refleksi kita bersama adalah sebagian besar ujaran kebencian tersebut disebabkan karena adanya perbedaan keyakinan di tengah masyarakat Indonesia. Banyak oknum yang memanfaatkan keadaan ini demi kepentingan pribadinya, baik kepentingan politik, ekonomi, maupun sosial. Rendahnya daya kritis masyarakat dalam menyaring isu, menyebabkan kegaduhan yang disebabkan oleh perbedaan agama yang dianutnya. Kenyataan ini sangat kontradiktif dengan sifat dan ajaran agama yang pada dasarnya adalah baik dan untuk kebaikan manusia. Banyaknya jumlah agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia seperti: Hindu, Budha, Islam, Katolik, Protestan, dan Konghucu tidak dianggap sebagai satu kelebihan dan keunikan yang dimiliki oleh Indonesia, tetapi justru menjadi pisau yang mencabik kebebasan dalam memilih keyakinan yang seharusnya ada di Negara yang menganut system pemerintahan: demokrasi pancasila. Seringkali, perbedaan keyakinan ini justru menjadi ajang pembuktian untuk menentukan siapa yang paling benar dan siapa yang paling salah (pendosa) atau selalu melulu tentang siapa yang paling pantas di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam berbagai hiruk pikuk kebangasaan ini, agama katolik sebagai salah satu agama yang diakui menurut undang-undang, patut dipertanyakan eksistensinya. Apakah agama katolik mendukung toleransi keberagaman Indonesia atau justru menyumbang konflik yang marak terjadi akhir-akhir ini? Apakah kita yang mengakui diri sebagai pemeluk agama katolik (umat katolik) telah hidup sesuai dengan identitas kekatolikan kita dan telah mengimplementasikan ajaran Yesus Kristus dalam lingkungan masyarakat yang beragam? Umat katolik pada dasarnya hidup dengan spirit yang telah diajarkan oleh Yesus Kristus sebagai penyelamat manusia dan pendiri geraja. Umat katolik diharapkan dapat menyebarkan kabar gembira di tengah masyarakat tentang hukum cinta kasih yang menjadi hukum yang diajarkan langsung oleh Yesus sebagai Putra Allah. Namun, sebagai manusia biasa, terkadang kita terlalu gampang untuk terjerumus di dalam godaan setan (dosa). Kita seringkali mempermasalahkan dosa-dosa yang dilakukan oleh orang lain, tanpa pernah sadar akan dosa-dosa yang dilakukan oleh kita sendiri. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan dibahas berkaitan makna katolik yang hakiki dan tentang ciri-ciri katolik yang menjadi identitas dan telah terinternalisasi dalam diri kita sebagai umat katolik. Dalam realitas sosial, masalah yang selalu relevan bagi umat katolik dengan keberadaan agama-agama lain adalah: Apakah katolik itu? Apakah ciri yang membuat orang lain tahu bahwa aku katolik? Adakah ciri itu terinternalisasi padaku?

Gereja Katolik
Katolik merupakan salah satu agama yang diakui keberadaanya di dunia. Oleh karena itu memahami Katolik tidak terlepas dari memahami apa itu Agama dan Agama Katolik dan mengapa manusia beragama. Menurut Nurwardani, dkk, 2016: 50; agama merupakan “suatu jenis system sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka sendiri dan masyarakat luas umumnya”. Berarti agama katolik merupakan salah satu system sosial yang meyakini dirinya kepada Allah Tritunggal yang kudus, Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Keyakinan tersebut terletak pada pengakuan bahwa Tuhan Yesus adalah penyelemat, yang pernah menjadi manusia, lahir, wafat, bangkit, dan naik ke surga. Keyakinan ini biasa disebut sebagai iman. Artinya system sosial keagamaan didasarkan pada iman.
Dalam Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 2009: 22; iman adalah keutamaan adikodrati yang mutlak perlu bagi keselamatan. Iman merupakan anugerah cuma-cuma dari Allah dan tersedia bagi semua orang yang dengan rendah hati mencarinya. Tindakan iman adalah tindakan manusiawi, yaitu tindakan dari intelek manusia – terdorong oleh kehendak yang dianugerahkan oleh Allah – yang dengan bebas mengamini kebenaran ilahi. Artinya, manusia memeluk agama tertentu dikarenakan dorongan iman, suatu kehendak yang merupakan berkah dari Allah.
Gereja yang dimaksudkan di atas adalah bukan tentang gedung, tetapi berkaitan dengan persekutuan umat katolik. Menurut Katekismus Gereja Katolik, No. 777 (dalam Nurwardani, dkk, 2016: 150) gereja adalah himpunan orang-orang yang digerakan untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni, berhimpun bersama untuk membentuk umat Allah dan yang diberi santapan dengan Tubuh Kristus, menjadi Tubuh Kristus. Dengan kata lain gereja adalah kumpulan orang-orang yang percaya kepada Yesus. Gereja didirikan oleh Yesus Kristus (Mat. 16: 18 dikutip oleh Nurwardani, dkk, 2016: 151).
Gereja katolik didirikan oleh Yesus Kristus. Gereja katolik merupakan Tubuh Mistis Kristus yang mempunyai empat tanda yaitu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Gereja katolik dipercaya menjadi sakramen keselamatan bagi seluruh bangsa. Gereja merupakan pemberian Allah, tanda kasih Allah kepada umat Allah yang harus diterima, dijaga, dan sekaligus menjadi tujuan karena didirikan oleh Kristus, dijiwai oleh Roh Kudus, dan mengantar umat manusia kepada Keselamatan. Iman gereja katolik berpegang pada tiga pilar kebenaran, yaitu kitab suci, tradisi suci, dan magisterium gereja. Gereja katolik percaya bahwa Kristus memberikan otoritas kepada Rasul Petrus dan penerusnya, yaitu para paus dan kepada para rasul lain yang diteruskan oleh para uskup. Para paus dan uskup ini disebut sebagai magisterium gereja (http://www.katolisitas.org/apakah-perbedaan-teologi-katolik-dan-teologi-kristen-non-katolik/).
Secara historis, sejarah gerereja katolik dapat dijelaskan seperti berikut (dalam http://www.imankatolik.or.id/sejarahgereja.html):
“Sejarah Gereja Katolik meliputi rentang waktu selama hampir dua ribu tahun. Sejarah Gereja Katolik merupakan bagian integral Sejarah kekristenan secara keseluruhan. Istilah Gereja Katolik yang digunakan secara khusus untuk menyebut Gereja yang didirikan di Yerusalem oleh Yesus dari Nazaret (sekitar tahun 33 Masehi) dan dipimpin oleh suatu suksesi apostolik yang berkesinambungan melalui Santo Petrus Rasul Kristus, dikepalai oleh Uskup Roma sebagai pengganti St. Petrus, yang kini umum dikenal dengan sebutan Paus.
"Gereja Katolik" diketahui pertama kali digunakan dalam surat dari Ignatius dari Antiokhia pada tahun 107, yang menulis bahwa: "Di mana ada uskup, hendaknya umat hadir di situ, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, Gereja Katolik hadir di situ."
Di pusat doktrin-doktrin Gereja Katolik ada Suksesi Apostolik, yakni keyakinan bahwa para uskup adalah para penerus spiritual dari keduabelas rasul mula-mula, melalui rantai konsekrasi yang tak terputus secara historis. Perjanjian Baru berisi peringatan-peringatan terhadap ajaran-ajaran yang sekedar bertopengkan Kekristenan, dan menunjukkan bahwa para pimpinan Gereja diberi kehormatan untuk memutuskan manakah yang merupakan ajaran yang benar. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Gereja Katolik adalah keberlanjutan dari orang-orang tetap setia pada kepemimpinan apostolik (rasuli) dan episkopal (Keuskupan) serta menolak ajaran-ajaran palsu.”

Ciri-ciri Gereja Katolik
Gereja yang Satu. Katekismus Gereja Katolik (dalam Nurwardani, dkk., 2016: 169) menjelaskan bahwa Gereja itu satu, karena tiga alasan. Pertama, Gereja itu satu menurut asalnya, yang adalah Tritunggal Mahakudus, kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi: Bapa, Putra dan Roh Kudus. Kedua, Gereja itu satu menurut pendiri-Nya, Yesus Kristus, yang telah mendamaikan semua orang dengan Allah melalui darah-Nya di salib. Ketiga, Gereja itu satu menurut jiwanya, yakni Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, yang menciptakan persekutuan umat beriman, dan yang memenuhi serta membimbing seluruh Gereja. “Kesatuan Gereja” juga terlihat nyata.  Sebagai orang Katholik, kita dipersatukan dalam pengakuan iman yang satu dan sama, dalam perayaan ibadat bersama terutama sakramen-sakramen, dan struktur hierarkis berdasarkan suksesi apostolik yang dilestarikan dan diwariskan melalui Sakramen Tahbisan Suci. Namun demikian, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Umat beriman menjadi saksi iman dalam panggilan hidup yang berbeda-beda dan dalam beraneka bakat serta talenta, tetapi saling berkerjasama untuk meneruskan misi Tuhan kita. Keanekaragaman budaya dan tradisi memperkaya Gereja kita dalam ungkapan iman yang satu. Pada intinya, cinta kasih haruslah merasuki Gereja, sebab melalui cinta kasihlah para anggotanya saling dipersatukan dalam kebersamaan dan saling bekerjasama dalam persatuan yang harmonis (Nurwardani, dkk., 2016: 169).
Gereja yang Kudus. Menurut Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (dalam Nurwardani, dkk., 2016: 169-170) Tuhan adalah sumber dari segala kekudusan. “Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja”. Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya. Melalui pelayanan Gereja dan kuasa Roh Kudus, Tuhan kita mencurahkan berlimpah rahmat, teristimewa melalui sakramen- sakramen. Oleh karena itu, melalui ajarannya, doa dan sembah sujud, serta perbuatan-perbuatan baik, Gereja adalah tanda kekudusan yang kelihatan. Masing-masing kita, sebagai anggota Gereja, telah dipanggil kepada kekudusan. Melalui Pembaptisan, kita telah dibebaskan dari dosa asal, dipenuhi dengan rahmat pengudusan, dibenamkan ke dalam misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan, dan dipersatukan ke dalam Gereja, “umat kudus Allah”. Dengan rahmat Tuhan, kita berjuang mencapai kekudusan. Dalam Dekrit tentang Ekumenisme (dalam Nurwardani, dkk., 2016: 170) mendesak, “Segenap umat Katolik wajib menuju kesempurnaan Kristen, dan menurut situasi masing-masing mengusahakan, supaya Gereja, seraya membawa kerendahan hati dan kematian Yesus dalam tubuh-Nya, dari hari ke hari makin dibersihkan dan diperbaharui, sampai Kristus menempatkannya di hadapan Dirinya penuh kemuliaan, tanpa cacat atau kerut”. Gereja kita telah ditandai dengan teladan-teladan kekudusan yang luar biasa dalam hidup para kudus sepanjang masa. Tidak peduli betapa gelapnya masa bagi Gereja kita, selalu ada para kudus besar yang memancarkan terang Kristus. Kita manusia yang rapuh, dan terkadang kita jatuh dalam dosa, tetapi kita bertobat dari dosa dan sekali lagi kita melanjutkan perjalanan di jalan kekudusan. Dalam arti tertentu, Gereja kita adalah Gereja kaum pendosa, bukan kaum yang merasa diri benar atau merasa yakin akan keselamatannya sendiri. Salah satu doa terindah dalam Misa dipanjatkan sebelum tanda damai, “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu.” Meski individu-individu warga Gereja rapuh dan malang, jatuh dan berdosa, Gereja terus menjadi tanda dan sarana kekudusan (Nurwardani, dkk., 2016: 169-170).
Gereja yang Katolik. Katolik secara harafiah berarti universal/umum. Menurut Nurwardani, dkk., 2016: 170; “St. Ignatius dari Antiokhia (± tahun 100) mempergunakan kata katolik yang berarti “universal” untuk menggambarkan Gereja (surat kepada jemaat di Smyrna). Gereja bersifat Katolik dalam arti bahwa Kristus secara universal hadir dalam Gereja dan bahwa Ia telah mengutus Gereja untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Mat.28:19). Di samping itu, patut kita ingat bahwa Gereja di dunia-yang kita sebut Gereja Pejuang-dipersatukan dengan Gereja Jaya di surga dan Gereja Menderita di purgatorium. Inilah pengertian dari persekutuan para kudus-persatuan umat beriman di surga, di api penyucian, dan di bumi (Nurwardani, dkk., 2016: 171).
Gereja yang Apostolik. Dalam Nurwardani, dkk., 2016: 171 dijelaskan bahwa “Kristus mendirikan Gereja dan mempercayakan otoritas-Nya kepada para rasul-Nya, para uskup yang pertama. Ia mempercayakan otoritas khusus kepada St. Petrus, Paus Pertama dan Uskup Roma, untuk bertindak sebagai Vicar-Nya (= wakil-Nya) di dunia. Otoritas ini telah diwariskan melalui Sakramen Tahbisan Suci dalam apa yang kita sebut suksesi apostolik dari uskup ke uskup, dan kemudian diperluas ke imam dan diakon. Uskup kita, andai mau, dapat menelusuri kembali suksesi apostoliknya sebagai seorang uskup hingga ke salah satu dari para rasul. Tidak ada uskup, imam atau diakon dalam Gereja kita yang mentahbiskan dirinya sendiri atau memaklumkan dirinya sendiri, melainkan, ia dipanggil oleh Gereja dan ditahbiskan ke dalam pelayanan apostolik yang dianugerahkan Tuhan kepada Gereja-Nya untuk dilaksanakan dalam persatuan dengan Paus. Gereja yang apostolik juga berarti warisan iman seperti yang kita dapati dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci dilestarikan, diajarkan dan diwariskan oleh para rasul. Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh kebenaran, Magisterium (= otoritas mengajar Gereja yang dipercayakan kepada para rasul dan penerus mereka) berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan, membela dan mewariskan warisan iman (Nurwardani, dkk., 2016: 171-172).

Ciri Yang Membuat Orang Lain Tahu Bahwa Aku Katolik
Dalam keberagaman, identitas menjadi sesuatu yang penting untuk ditonjolkan. Hal ini bermaksud selain untuk mempersuasif orang lain juga sebagai implementasi dari apa yang diyakini dan diperjuangkan. Sebagai umat katolik, berada di tengah situasi keberagaman agama adalah sebuah tantangan. Tetapi, apakah identitas kita sebagai orang katolik dapat dikenal oleh orang-orang yang berada di sekitar kita? Dan apakah yang mesti kita lakukan dalam keberagaman tersebut.
Kitansebagai orang katolik dapat diketahui melalui beberapa ciri yang dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Sebagai umat katolik, iman kita berpijak di atas keyakinan bahwa Allah telah mengutus Putra-Nya Yesus Kristus untuk menebus dosa-dosa manusia dan menyelematkan manusia dari kegelapan hidup. Melalui peroses pembaptisan, kita secara resmi masuk dalam lingkaran orang-orang yang mengikuti jalan kristus. Artinya, dengan menjadi satu dengan Kristus (umat Katolik) orang dapat mengenal bahwa kita adalah bagian dari gereja Katolik yang satu. (2) Sebagai umat katolik, komunikasi yang intim dengan Tritunggal Maha Kudus dapat dilakukan melalui doa-doa yang diajarkan menurut tradisi Gereja Katolik, seperti Misa. Melalui perayaan ekaristi kita umat katolik telah mengambil bagian dalam misteri kudus Yesus Kristus Sang Penyelemat. Dengan selalu mengikuti misa pada hari minggu maka orang lain dapat mengenal bahwa kita adalah orang katolik yang kudus. (3) Sebagai umat katolik, hukum cinta kasih merupakan semangat hidup yang diharapkan menjadi landasan dalam kehidupan kita. Tuhan Yesus sebagai poros iman katolik telah memerintahkan kita umat-Nya untuk mengabarkan kabar gembira yaitu cinta kasih kepada dunia. Dengan mengedepankan kehidupan cinta kasih Kristus dalam kehidupan di masyarakat, maka orang akan mengenal bahwa kita adalah orang dengan penuh cinta di mana Yesus adalah tujuan dan pusatnya (gereja yang katolik). dan (4) Salah satu hal, yang sangat dikagumi banyak orang tentang gereja Katolik adalah berkaitan dengan organisasi secara hirarkisnya tertata rapi. Mereka juga tahu bahwa pemimpin kita tertinggi adalah Paus, yang merupakan perwakilan yesus di dunia, dan para uskup yang merupakan kelanjutan dari para rasul. Hal ini punya kaitan erat dengan gereja yang apostolik.

Apakah Ciri-ciri Tersebut Terinternalisasi pada Diriku?
Telah dikatakan pada subbab sebelumnya bahwa keimanan merupakan anugerah cuma-cuma dari Allah kepada manusia. Hal tersebut merupakan bentuk cinta kasih Allah akan makhluk ciptaan-Nya. Allah selalu menginginkan, supaya manusia selalu hidup dalam terang dan cinta kasih-Nya. Tetapi Allah tidak pernah sekalipun memaksakan kehendak-Nya kepada manusia. Karena keimanan merupakan pilihan bebas manusia secara intelektual. Hal ini berlaku bagi semua orang atau semua pemeluk agama, tidak terkecuali umat agama katolik. Umat katolik meyakinkan keimanannya pada cara hidup dan semangat yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kristus. Di dunia ini, mereka disebut sebagai gereja. Dasar iman umat katolik berpilar pada Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja.
Namun, sebagai manusia yang lemah dan tak luput dari dosa, banyak umat katolik yang terjerumus dalam kesalahan dan larangan Tuhan Yesus. Hal itu juga terjadi pada saya. Kadang saya sadari bahwa, saya mengkhianati identitas saya sebagai umat katolik. Tidak jarang semua perlakuan saya dalam kehidupan sehari-hari sangat betolak belakang dengan cirri gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Saat ini, dari ke-empat ciri katolik yang ada, cirri yang sudah terinternalisasi dalam diri saya adalah sebagai gereja yang satu. Yaitu sebagai bagian dari gereja katolik karena telah dibaptis.

Penutup
Sebagai umat beragama, pedoman hidup kita pastinya terletak pada setiap ajaran agama. Sikap kita tehadap ajaran tersebut merupakan identitas yang akan kita perlihatkan kepada dunia luar. Tetapi, terkadang identitas yang kita tunjukkan kepada orang lain tidak sesuai dengan identitas hakiki dari agama yang kita anut. Kenyataan ini sering dialami oleh semua umat beragama, tidak terkecuali umat katolik. Sebagai umat katolik, identitas kita berpatok pada empat ciri gereja yaitu: satu, kudus, katolik, dan apostolik. Namun, ke-empat ciri ini sulit untuk diimplementasikan ke dalam kehidupan bermasyarakat karena sifat manusiawi kita yang selalu kalah dari banyak godaan.

Sumber
Komisi Kateketik Konferensi Gereja Katolik. 2009. Kompendium Katekismus Gereja Katolik. Yogyakarta: Kanisius.
Nurwardani, Paristiyanti, dkk. 2016. Pendidikan Agama Katolik untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan.

Comments

Popular posts from this blog

Irigasi: NOMENKLATUR, KEBUTUHAN DEBIT, DAN EFISIENSI IRGASI

TEKNIK SIPIL VS GAYA dan MOMEN

LAPORAN SURVEY - Lokasi Plaza Surabaya